Oleh M.
Sholehuddin, Pakar Hukum Pidana
ditulis ulang oleh imraan
****
Saya
menyimak semua penjelasan dari para pakar semuanya sebenarnya ini. Pakar
dibidang masing-masing. Saya selaku akademisi, saya akan membahas terutama tema
yang sekarang ditentukan sekarang oleh ILC yang berupa pertanyaan berwenangkah
praperadilan menetapkan Boediono tersangka. Jadi kita harus melihat dulu.
Melihat apa putusan dari praperadilan ini.
Jadi kalau berwenangkah praperadilan menetapkan
Boediono (ed:sebagai) tersangka, kalau secara normatif, jawabannya tidak
berwenang. Tidak berwenang. Kalau secara normatif karena penetapan tersangka
itu jelas oleh penyidik yang didukung oleh dua alat bukti dan sudah diperiksa
lalu kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi saya melihat karena begitu
putusan praperadilan ini muncul tanggal 9 April. Terbit. sebagai akademisi,
semua, di group, maupun di mahasiswa saya semua membahas. Tetapi saya ingatkan,
karena saya mengajar Hukum Acara Pidana. Dan setiap saya mengajar Hukum Acara
Pidana, itu selalu saya, harus mahasiswa itu ujian mud court ujian peradilan semu. Jadi Ada yang menjadi pengacara,
ada yang menjadi penuntut umum, ada yang menjadi hakim, ada yang jadi penyidik,
ada yang menjadi terdakwa. Andai saja pemohon praperadilan ini mahasiswa saya,
dan hakimnya juga mahasiswa saya, maka saya sebagai dosen, akan saya beri nilai
A.
itu artinya apa ?
seorang dosen harus beralasan.
Karena permohonan praperadilan ini dan substansi dari putusan hakim
praperadilan ini, PN Jaksel , Jakarta selatan. Itu memuat dengan cukup baik dan
benar tentang argumentasi hukum, penalaran hukum, logika hukum, sehingga
menarik untuk dipersoalkan atau didiskusikan yang mau-tidak mau harus mengacu
kepada filsafat hukum dan teori hukum, karena ini masalah penerapan hukum. Jadi
disini muncul sebenarnya di dalam praperadilan ini masalah penerapan hukum. Ada
tiga masalah penerapan hukum, yang pertama itu soal interpretasi hukum.
Ketika kita
menerapkan hukum, itu pasti ada tiga persoalan. Yang pertama adalah
interpretasi hukum. Kita harus tahu interpretasi hukum itu apa. Kalau dalam
hukum pidana misalnya, gramatical
interpretation, systematical interpretation, historical interpretation dan
seterusnya. Jadi itu persoalan interpretasi. Mengapa ?
Karena penerapan hukum, norma itu ibaratnya mati,
dia. Ketika in action, ketika
dihadapkan dalam persoalan-persoalan hukum, masalah-masalah hukum, maka norma
itu tidak bisa segera menjawab. Tidak
bisa dia segera menyelesaikan.
Contoh bagaimana pemohon praperadilan ini, MAKI
ini, masyarakat anti korupsi Indonesia, dia mewakili, bagaimana akan mengajukan
permohonan praperadilan ketika normanya tidak mengatur. KPK tidak bisa
mengeluarkan surat penghentian penyidikan padahal persoalannya yang akan
dimohonkan dalam kurung yang akan digugat adalah penghentian penyididkan
materiil. Artinya kasus ini diambangkan. Dia kesulitan secara normatif. Inilah
penerapan hukum. Makanya tadi saya katakan saya beri nilai A ini.
Ini soal
interpretasi hukum dan yang kedua soal kekosongan hukum. Ini mengisi kekosongan
hukum. Bagaimana dia ? kenapa dia bisa ?
Makanya
saya baca waktu itu saya belum kenal dengan mas Bunyamin ini. Cuma saya baca
gugatannya. ini bagus ini. Ini anak-anak bangsa. Anak-anak muda ini. Masih S1
tapi argumentasi hukumnya bagus. Belum lulus S2 ya? Sekolah terus saya sarankan
karena argumentasi hukum Anda bagus sekali. Penalaran hukum Anda bagus. Logika
hukum Anda bagus. Sekolah terus itu. Jadi itu bagus itu.
Jadi ada ..
ada .. apa ya. Bisa A+ nanti
Kekosongan hukum. Masalah penerapan hukum yang
kedua adalah kekosongan hukum. Bagaimana kekosongan hukum itu bisa di isi itu
karena dia punya argumentasi dan penalaran hukum yang cukup bagus. Karena ini
penerapan hukum. Dia gugat saja dia. Dia ajukan permohonan praperadilan.
Bagaimaana bisa ? KPK gak bisa kok. Gak boleh menghentikan penyidikan. Tapi dia
gugat saja dengan berbagai argumentasi hukumnya. Penalaran hukumnya dia
tuangkan didalam surat permohonan itu. Untungnya ketemu hakim yang memang
argumentasi, penalaran dan logika hukumnya sebanding dan bahkan melebihi.
Ketika hakim tidak punya argumentasi, penalaran hukum dan logika hukum yang
cukup baik, apalagi filsafat hukum dan
teori hukum maka dia akan bertolak dari dogmatik hukum. Woa ini gk ada kok
pasalnya, ya sudah ditolak. Digugurkan atau tidak diterima, begitu. Sama dengan
ketika, oh ini diajukan praperadilan. Belum selesai, sudah diajukan pokok
perkaranya. Ya sudah digugurkan. Ini pandangan positifistik legalistik. Tidak
akan pernah mengisi kekosongan hukum.
Masalah penerapan hukum yang ketiga adalah soal
antinomy hukum. Soal Kekaburan hukum. Sebab norma-norma itu bisa banyak yang
kabur bahkan antinomy dia. Ada pertentangan norma. Kabur contohnya. Ketika di
atur didalam KUHAP bahwa penangkapan atau penahanan atau penetapan tersangka
harus berdasar permulaan bukti yang cukup. Harus bukti yang cukup. Itu contoh
norma kabur. Maka betul itu ketika diajukan ke MK, lalu MK memutuskan harus
dimaknai bukti permulaan yang cukup , dua alat bukti. Itu contoh bukti yang
kabur. Ini penerapan hukum ini. Jadi penerapan hukum itu berbeda dengan
penegakan hukum.
Kalau penegakan hukum bisa saja faktor-faktor
yang mempengaruhi itu banyak sekali. Faktor politik misalnya. A, itu itu bukan
urusan saya, orang-orang politik tetapi saya tahu. Hakim juga begitu. Kenapa
memutuskan seperti ini. Hakim tahu, gak bodoh itu, ada persoalan politik tapi bukan urusannya. Jadi sulit
untuk tidak mengatakan bahwa kasus ini terkait dengan persoalan politik. Itu
sulit. Apalagi tadi sudah ya terkena seperti itu dijelaskan semua. Tetapi kita membahasnya dari situ. Apakah
berwenang ? Berwenang. Coba kita lihat putusannya. Jadi kalau ingin
berpendapat, baca dulu putusannya. Jangan lalu, ada koran, ada selentingan, ada
isu, wah itu kebablasan hakimnya itu. Dibaca dulu lah. Dibaca disini. Saya baca
sebentar bang Karni.
“Dalam
mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon seluruhnya.”
Berarti
termohon KPK ini salah. Jelas disini. Kemudian yang kedua,
“Dalam
pokok perkara, mengabulkan permohonan praperadilan sebagian.
Karena
dianggap tidak sependapat hakim kalau ini, a, dikatakan materiil. Terselubung
lah istilahnya itu. Dia tidak sependapat. Betul dia. Kemudian,
“memerintahkan
termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas tindak pidana korupsi bank
Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap CS.
Ini betul.
Betul ini. Jadi putusannya sangat bagus
dari aspek argumentasi hukum, penalaran hukum dan logika hukum. Sangat betul.
Saya mengasuh mata kuliah Hukum Acara Pidana
itu 25 tahun. Apa yang saya jelaskan disini dari dulu ya saya sama saja karena
hukumnya seperti itu, gitu. Nah, Ini betul putusan ini. Jadi bukan dia itu,
bukan hakim ini menetapkan tersangka. Enggak.
Justru dia memerintahkan. Mengapa memerintahkan ? karena putusan itu
dalam putusan hakim ada amar. Amar itu bahasa arab artinya perintah.
Memerintahkan dia. Memerintahkan. Hei, begini, bahasa awamnya. Hei penyidik,
kamu itu salah prosesnya, prosedurnya. Salah. Ini memang urusan praperadilan.
Wong kamu sudah tahu kok itu diputus bahwa itu ada dilneming. Ada penyertaan. Bahwa ditetapkan Budi Mulya dinyatakan
bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana. Artinya ada dilneming disini yang dinormatifkan pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dilneming itu adalah ajaran umum tentang
‘turut serta’ yang digagas oleh Prof. Von vayer bach, pakar hukum pidana jerman
pada abad 17. Waktu abad 17, hukum pidana itu yang penting ada yang bertanggung
jawab meskipun dilakukan banyak orang. Kejahatan saya yang bertanggung jawab. Ya
sudah cukup. Abad 17. Tetapi dirasakan oleh pakar hukum waktu itu, Von vayer
Bach. Ini tidak adil Karena kejahatan dilakukan banyak orang. Gak adil maka dia
membuat, menggagas ajaran yang disebut dilneming, penyertaan.
Ini sejak awal sudah diputuskan ada dilenimng.
Maka hakim praperadilan mengingatkan.
Bukan menetapkan dia. Mengingatkan dan
memang wewenangnya itu. Ketika proses dan prosedur dalam hukum acara pidana
dikesampingkan entah itu disengaja atau samar-samar maka wajib hakim praperadilan memerintahkan. “Hei, lakukan yang
baik kau. Prosedur, proses. Lakukan. Kenapa itu sudah diputuskan begini, kau
ndak tetapkan tersangka saja?” Diperintahkan. Jadi inilah yang benar. Inilah
yang benar.
Karni Ilyas : … baik Prof. … …
Makanya saya sampaikan, tegakkan hukum itu
dengan etika dan keadilan. Sebab tanpa etika dan keadilan, hukum pidana akan
menjadi kekerasan yang diformalkan oleh negara.
#########################################################################3
Penerjemah imraan dari video klip acara ILC TV
ONE tanggal 17 April 2018. Kebetulan saya lupa menyimpan alamat url video yang
saya terjemahkan dan setelah mencari ulang juga belum ketemu, akhirnya saya
gunakan alamat url unggahan lain tapi tanpa merubah banyak terjemahan. Hanya
berbeda 1 menit diawal tentang perkenalan Pak Karyni Ilyas tentang pembicara
berikutnya, M. Sholehudin
Dalam ILC TV One Selasa 17 April 2018 dikutip dari video
klip https://www.youtube.com/watch?v=M75VUHBpbYU