Sejak saya bersekolah dulu, nama Tanjung Barat bagi saya lebih dekat pada stasiun Tanjung Barat. Sering sekali naik dan atau turun di stasiun ini. Ada rumah kawan saya di dekat stasiun. Dari stasiun masih berjalan ke arah jalan TB. Simatupang, rute kendaraan ke arah Pasar Minggu.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menunjukkan rute perjalanan. Saya pun tidak akan mempostingnya di City Walker. Tulisan ini saya buat untuk mengenang momen-momen kebersamaan di rumah kawan saya. Tipikal keluarga betawi tapi pendiam. Introvert. Ingat introvert, saya malah ingat juga dengan keluarga yang di jalan Jabir. (semoga mereka dalam keadaan baik)
Kawan saya ini biasanya dipanggil dengan 'Kiki'. Benak saya mengatakan itu panggilan yang tepat untuk saya tulis dan posting. Pemuda pendiam tapi ada optimisme di dalamnya. Berkali-kali ke rumahnya, saya sendiri merasa tidak juga dapat dekat. Bisa jadi itu karena dia pendiam dan saya juga pendiam.
... atau saya terlalu cheerfull dan sanguinis plus pelupa...
Berkali-kali pula bertemu dengan ayah-ibu serta sodara-sodarinya. Pun bahkan saya tidak tahu nama Ayah-Ibu nya. Si Ayah yang sama pendiamnya dengan kawan saya. Si Ibu yang sedikit lebih rame tentunya. Entah kenapa selalu saya temui pasangan berbeda karakter seperti itu. Mungkin benar adanya manusia itu dibuat berpasang-pasangan.
... mudah-mudahan yang berpoligami juga masih bisa disebut berpasang-pasangan ya
Saya tahu keluarganya itu keluarga yang baik dan hebat. Apa buktinya ? Saya tahu kini Kiki adalah seorang peneliti. Kiki adalah seorang suami. ... dan seorang ayah (dalam hal ini saya tidak update).
Karena Ayah dan Ibu serta keluarganya lah kawan saya itu dapat pergi ke luar negeri. Menimba ilmu atau bekerja dan berkeluarga disana. Entah bagaimana dia saat ini. Apakah sudah kembali ke Indonesia atau belum.
Saya merasa sekarang perkawanan kami semakin jauh. Ada rasa sesal untuk tidak kembali silaturahim. Ada rasa sesal bahwa dulu saya begitu membanggakan dirinya seakan-akan membanggakan diri saya sendiri. Kini, saya tahu bahwa saya telah jauh darinya. Saya bahkan sulit menyatakan empati saya padanya ketika masa ini tiba.
Ya, hari ini saya dapat informasi dari teman lainnya, bahwa Ayahanda Kiki telah meninggal dunia. Katakanlah saya tidak bergeming. Datar. Kosong. Sebutlah saya teman jauh.
.... tapi saya tahu bahwa hati saya tidak sekeras itu ...
Ki, kawanku, saya turut berduka. Saya merasakan dalamnya perasaan mu saat ini. Tetap sabar dan teguh ya.
--- dari saya yang pengecut yang tak jua berani bicara padamu. Salam sayang selalu, saudara ku.
salam sayang juga buat kamu saudara-saudaraku yang lain ... iya, kamu. Doakan agar ketika momen itu tiba, ... saya bisa lebih sabar,... teguh dan tegar....
"Ampunilah dirinya, kesalahan-kesalahnnya ketika dulu dia masih hidup ... Lapangkanlah kuburnya "
Selasa, 28 Juni 2016
Rabu, 22 Juni 2016
Terbuai Berita dan HOAX
Sudah beberapa lama waktu ini, saya mulai menyadari bahwa sudah hilang kepercayaan saya pada pemberitaan yang sedang ramai dibicarakan. Mungkin bentuk pemberitaan yang saya maksud adalah informasi artikel yang isinya seperti berita dan kadung viral di jejaring sosial dan berita online.
Catatan saya, terkadang, trik penulisan headline berita yang menarik minat pembacanya menjadi hal
Catatan saya, terkadang, trik penulisan headline berita yang menarik minat pembacanya menjadi hal
Minggu, 12 Juni 2016
Konsistensi dan Sabar 2016
Memiliki harapan pada sebuah catatan blog tentang masa depan itu seperti sesuatu yang mustahil.
Jangankan bicara masa depan, harapan agar tercatat cerita di waktu sekarang pun sangat sulit.
Butuh konsistensi dan kesabaran.
Konsistensi untuk menulis dan mempublikasikan.
Kesabaran untuk bertahan dengan motivasi menulis dengan mengetahui bahwa dalam hidup ini dalam 24 jam, ada begitu banyak hal yang mengganggu konsentrasi pikiran dan tenaga.
Kini, saya belajar kembali. Membaca kembali. Mengikuti langkah demi langkah baru dari para mentor dan orang-orang inspiratif di luar sana yang tetap dapat berkarya.
Juni 2016, sehari setelah tanggal 11
Jangankan bicara masa depan, harapan agar tercatat cerita di waktu sekarang pun sangat sulit.
Butuh konsistensi dan kesabaran.
Konsistensi untuk menulis dan mempublikasikan.
Kesabaran untuk bertahan dengan motivasi menulis dengan mengetahui bahwa dalam hidup ini dalam 24 jam, ada begitu banyak hal yang mengganggu konsentrasi pikiran dan tenaga.
Kini, saya belajar kembali. Membaca kembali. Mengikuti langkah demi langkah baru dari para mentor dan orang-orang inspiratif di luar sana yang tetap dapat berkarya.
Juni 2016, sehari setelah tanggal 11
Langganan:
Postingan (Atom)
JUARA MERDEKA 2019
Assalamu'alaikum Halo Guys n Gals Agustus 2019 ini Negara Indonesia memasuki usia 74 tahun sejak kemerdekannya pada 17 Agustus 1945 ...